Senin, 09 Mei 2011

Crossbreeding System


CROSSBREEDING SYSTEM
Sebelumnya akan dipaparkan sedikit mengenai apa yang dimaksud dengan Crossbreeding. Crossbreeding adalah sebuah sistem perkawinan/ persilangan antar ternak yang berbeda bangsa. Seperti contohnya, persilangan antar bangsa sapi brahman  dengan  bangsa  sapi  angus,  yang  kemudian  menghasilkan  progeny/ keturunan bangsa sapi baru yakni Brangus. Keuntungan dari crossbreeding ini adalah dapat meningkatkan Heterosis atau Hybrid vigor serta Breed Complementary.
Dalam Crossbreeding terdapat 4 macam sistem, yakni :
1. Sistem Terminal (Terminal System)
2. Sistem Rotasi (Rotational System)
3. Sistem Kombinasi (Rotaterminal System)
4. Sistem Komposit (Composite System)

Berikut adalah penjelasan mengenai keempat sistem dari crossbreeding :
1.      Sistem Terminal (Terminal System)
Sistem ini merupakan salah satu sistem dari crossbreeding, yang dimana dalam sistem ini menggunakan 2 breed/ bangsa yang berbeda. Dalam sistem terminal ini, semua anak sapi hasil persilangan dijual dan betina pengganti (female replacements) diambil dari betina di luar kelompok. Betina yang dipilih sebagai induk yakni betina yang telah melewati seleksi sehingga didapatkan betina yang baik, tingkat produksi susu serta mothering ability yang baik. Sedangkan untuk jantan, tingkat pertumbuhan serta karakteristik karkas yang baik adalah merupakan hal yang sangat penting (Anonim, 2009).
Adapun keuntungan yang diperoleh dengan adanya sistem ini adalah memungkinkan untuk meningkatkan heterosis progeny sebesar 100% selain itu juga dapat meningkatkan breed complementary      (Frahm, R).
Selain itu, kekurangan yang didapat dari sistem ini yakni diperlukan ladang pengembalaan (pasture) yang memenuhi syarat baik kuantitas maupun kualitas, karena mengingat dalam sistem ini yang terlibat adalah 2 kelompok ternak sapi yang saling berbeda bangsa sehingga dimungkinkan juga berbeda dalam mengkonsumsi pakan/ hijauan (Frahm, R).

2.      Sistem Rotasi (Rotational System)
Dalam sistem ini diperlukan 2 atau 3 bangsa ternak yang berbeda. Secara umum terdapat dua macam sistem rotasi, yakni sistem rotasi 2 bangsa (Two-Breed Rotational Breed) dan sistem rotasi 3 bangsa (Three-Breed Rotational Breed). Namun, sistem yang banyak digunakan adalah sistem rotasi dengan menggunakan 3 bangsa ternak yang berbeda. Sedikit pemaparan mengenai sistem rotasi 2 bangsa, yakni ♀ dari breed A disilangkan dengan ♂ breed B, dan ♀ breed B disilangkan dengan ♂ breed A. Dalam sistem ini, akan didapatkan peningkatan heterosis sebesar 66%. Pada keturunannya akan memiliki 2/3 gen dari bangsa induknya, sedangkan 1/3 gen berasal dari bangsa lain (Anonim, 2009).
Sedangkan untuk sistem rotasi dengan 3 bangsa, dalam 1 peternakan terdiri dari 3 bangsa ternak, yang dimana ♀ breed A digunakan sebagai female replacements untuk kemudian disilangkan dengan ♂ breed B. Ternak ♀  hasil  persilangan  tadi  digunakan  sebagai  female  replacements  yang kemudian disilangkan dengan ♂ breed C. Ternak ♀ hasil persilangan ini kemudian  digunakan  sebagai  female  replacements  yang kemudian  akan disilangkan dengan ♂ breed A (Frahm, R).
            Adapun keuntungan yang diperoleh dari sistem rotasi 3 bangsa ini
adalah dapat meningkatkan heterosis atau hybrid vigor lebih tinggi 20% -
21% dibandingkan dengan sistem rotasi 2 bangsa, yakni sebesar 86% - 87%. Disamping itu kerugian yang diperoleh dalam sistem ini adalah kesulitan dalam pemeliharaan bila dibandingkan dengan sistem rotasi dengan 2 bangsa,
            mengingat bahwa dalam sistem ini menggunakan 3 bangsa ternak yang berbeda,  sehingga  juga  dibutuhkan  pasture  yang  dapat  mencukupi maintenance (kebutuhan sehari-hari) dari ternak tersebut, serta pakan yang tersedia harus sesuai dengan A.I (animal unit) agar tidak terjadi overgrazing (  ∑  ternak  >  hijauan  )  dan  undergrazing  (∑  ternak  <  hijauan) (Anonim, 2009).





Berikut  adalah  diagram  sederhana  yang  dapat  menggambarkan
bagaimana sistem kerja sistem rotasi tersebut :
            Herd- A                                                                               Herd- B


x
 
          ♀                                                                                   ♂
x         ♀                                 


x
 

Herd- C
 
♂                                                                                 ♀


x
 
                                                      
♂                                                        
     ♀            ♀ = female replacements

3. Sistem Kombinasi (Rotaterminal System)
Sistem  kombinasi  ini  merupakan  sistem  crossbreeding  yang mengkombinasikan antara sistem rotasi (rotational system) dengan sistem terminal  (terminal  system).  Dimana  sistem  rotasi  berfungsi  untuk menyediakan female replacements (♀) dengan jalan persilangan antara breed A dengan breed B (A*B Rot) sedangkan sistem terminal berfungsi untuk menghasilkan keturunan yang kemudian akan dijual (marketed calf).
Sehingga secara sederhana dapat dirumuskan bahwa [T * (A*B)]       (Nick, 2005).
Adapun keuntungan yang diperoleh dari sistem kombinasi ini adalah dimungkinkan dapat meningkatkan berat sapih sekitar 21%. Disamping itu, juga  dapat  meningkatkan  heterosis  yang  berasal  terminal  cross.  Dapat diasumsikan bahwa, kita akan mendapatkan 66% heterosis dari sistem rotasi (2 breed) dan 100% heterosis dari sistem terminal dan 50% dari total sapi di dalam Herd C                                         ( kelompok C [T * (A*B)] ), ini dapat memungkinkan yakni kira-kira heterosis yang akan diperoleh adalah sebesar 83% (Frahm, R).
            Sedangkan kerugian yang diperoleh dari sistem ini adalah setidaknya, minimal peternak memiliki 3 ladang pengembalaan (pasture), minimal terdiri dari  100  sapi/kelompok,  diperlukan  kedisiplinan  serta  ketelitian  dala mengidentifikasi  sapi  menurut  tahun  kelahirannya  sebagaimana  bangsa induknya (Nick, 2005).

4. Sistem Komposit (Composite System)
Composite  berarti  keturunan  baru.  Yakni  dimana  crossbreeding digunakan untuk membentuk keturunan baru/ komposit. Setelah keturunan
tersebut terbentuk maka akan dibentuk sebuah kawasan atau kelompok untuk breed baru tersebut (Anonim, 2009).
Keuntungan  dari  keturunan  komposit  mencangkup  kemudahan
manajemen, konsistensi heterosis yang tinggi dan seringkali bahwa keturunan baru ini dapat berkembang biak dalam suatu lingkungan yang ideal untuk dikembangkan secara khusus (Anonim, 2009).





Berikut adalah tabel mengenai composite breeds :
Tabel 1. Composite Crossbreeding System
Mating Type
% of Cow
Herd
% of the Marketed
Calves Produced
% of Maximum
Possible Heterosis
Minimum # of
Breeding Pastures
Composite breeds
-. 2 breed
-. 3 breed
-. 4 breed
100
100
50
1
100
100
63
1
100
100
75
1
       Sumber :  Nick.  American  Shorthorn  Association. Crossbreeding
                       System for Beef Cattle. 2005.

Minggu, 08 Mei 2011

siklus estrus pada sapi


SIKLUS ESTRUS PADA SAPI
Siklus estrus adalah siklus kesiapan untuk menerima seks pada Organisme perrempuan. Siklus estrus dapat digunakan untuk menentukan kapan waktu yang tepat untuk melakukan IB.
Siklus estrus pada tikus dapat dibedakan menjadi 4 stadium yang dapat diterminasi dengan cara analisis preparat apus vagina. Beberapa fase yang dapat dibedakan pada siklus estrus adalah : Proestrus, Estrus, Metestrus dan Diestrus.
            Sapi Holstein memperlihatkan birahi pertama pada umur rata-rata 37 minggu apabila tingkat nutrisi baik, dan 49 minggu bila nutrisinya sedang, serta 72 minggu bila tingkat nutrisi rendah. Panjang siklus estrus rata-rata 20 hari, dan 21 sampai 22 hari untuk sapi dewasa. Periode estrus pada sapi dapat dinyatakan saat dimana sapi betina siap sedia dinaiki baik oleh betina lain atau pejantan. Periode ini rata-ratanya adalah 18 jam untuk sapi perah ataupun sapi pedaging dan sedikit lebih pendek untuk sapi heifer sekitar 12-24 jam. Ovulasi normal terjadi kira-kira 10-15 jam setelah birahi.
            Saat perkawinan. Konsepsi masih dapat terjadi pada sapi yang dikawinkan mulai dari 34 jam sebelum ovulasi sampai menjelang 14 jam menjelang ovulasi. Disarankan bahwa spermatozoa harus hadir sekurangnya 6 jam di dalam uteruys sebelum mampu membuahi sebuah ovum. Perdarahan dari vulva sering terjadi pada heifer dan dewasa, satu sampai tiga hari setelah berakhirnya estrus.
            Sapi Bali betina rata-rata mencapai dewasa kelamin pada umur 18 bulan, dengan siklus estrus rata-rata 18 hari. Sedang pada usia muda berkisar antara 20-21 hari dan 16-23 hari pada sapi bali betina dewasa. Lama masa birahi sangat panjang, yaitu sekitar 16-23 jam dengan masa subur 18-27 jam (Pane, 1977 dalam Murtidjo, 1990). Lama keuntungan sapi bali berkisar 280 – 294 hari, sedang prosentase kebuntingan sebesar 86,56 persen. Tingkat kematian pada saat melahirkan tergolong kecil, yaitu berkisar 3,65 persen. Selain itu persentase kelahiran dari jumlah sapi Bali yang dikawinkan mencapai 83,4 persen.
            Pada dasarnya tidak banyak jauh berbeda siklus estrus antara sapi eropa dengan sapi lokal indonesia,yang berbeda hanya proses pertumbuhannya yaitu pertambahan berat badan dengan Berat badan sapi janatan dewasa bisa mencapai 1–1,2 ton, dengan tingkat pertumbuhan yang sangat cepat, yaitu rata-rata pertambahan berat badan per hari dapat mencapai 1 -1,2 Kg/ekor/hari. panjang siklus estrus sekitar 21 hari
            Pada pemeriksaan perektal, sapi-sapi yang proestrus terlihat menciri dengan tonus uteri meningkat, tegang, dan teraba melingkar. Servik mengalami relaksasi gradual dan makin banyak mucus yang tebal. Vulva membengkak, keluar leleran jernih transparan. Ovarium pada fase ini akan teraba corpus albikan yang berasal dari korpus luteum yang mengalami atropi, mengecil dan diganti oleh masa yang menyerupai tenunan pengikat. Corpus albikan ini teraba sangat keras dan kecil. Pada fase ini juga akan teraba folikel de graaf yang tumbuh cepat oleh pengaruh FSH, mulai matang dan akan mencapai puncaknya pada fase estrus dan akhirnya folikel tersebut akan mengovulasikan sebuah ovum pada waktu 10-15 jam sesudah akhir estrus
Sapi yang birahi (fase estrus) ditandai dengan adanya kemerahan, kebengkakan dan alat kelamin luar yang hangat, adanya lendir yang kental dan bersih yang menggantung keluar dari alat kelamin dan diikuti dengan tingkah laku homoseksual, suara bengah-bengah pada sapi tersebut. Jika dipalpasi perektal maka uterus terasa kontraksi, tegang, mengeras dengan permukaan tidak rata, cervik relaksasi dan pada ovarium terdapat folikel de graaf yang membesar dan sudah matang.
            Menjelang pertengahan sampai akhir metestrus, uterus menjadi agak lunak karena pengendoran otot uterus. Kontraksi uterus intermitten. Folikel sudah mengalami ovulasi. Ovarium akan teraba cekung karena folikel mengalami ovulasi dan terbentuk korpus luteum baru dengan konsitensi menyerupai jantung. Tiga ekor sapi dalam fase metestrus awal, dimana korpus luteum belum terbentuk dan pada ovarium akan teraba ada cekungan bekas ovum yang sudah diovulasikan dari folikel yang sudah matang. Pada fase ini sekresi mukus vagina berkurang dan epithel karunkula uterus hiperemis.
            Pada fase ini ovarium didominasi oleh korpus luteum yang teraba dengan bentuk permukaan yang tidak rata, menonjol keluar serta konsistensinya agak keras dari korpus luteum pada fase metestrus. Korpus luteum ini tetap sampai hari ke 17 atau 18 dari siklus estrus. Uterus pada fase ini dalam keadaan relak dan servik dalam kondisi mengalami kontriksi. Fase diestrus biasanya diikuti pertumbuhan folikel pertama tapi akhirnya mengalami atresia sedangkan pertumbuhan folikel kedua nantinya akan mengalami ovulasi.
            Sistem reproduksi memiliki 4 dasar yaitu untuk menghasikan sel telur yang membawa setengah dari sifat genetik keturunan, untuk menyediakan tempat pembuahan selama pemberian nutrisi dan perkembangan fetus dan untuk mekanisme kelahiran. Lokasi sistem reproduksi terletak paralel diatas rektum. Sistem reproduksi dalam terdiri dari ovari, oviduct, dan uterus.Ovari merupakan organ reproduki yang penting. Terdapat dua ovari yaitu sebelah kanan dan kiri. Besarnya sekitar 1,5 inci dengan tebal sekitar 1 inci dan terletak di dalam suatu membran seperti kantungn ovarian bursa. Ovari bertanggung jawab pada sekresi hormon estrogen dan progesterone dan produksi telur yang baik untuk dibuahi. Telur-telur mulai matang di ovari dalam suatu cairan berisi folikel. Pertumbuhan folikel diatur oleh hormon pituitary, yaitu Follicle Stimulating Hormone (FSH). Selanjutnya sel yang mana dibatasi oleh folikel dan dikelilingi sel telur akan mensekresikan estrogen untuk merespon jumlah hormone pituitary hormone lainnya meningkat yaitu Luteinizing Hormone (LH). Jumlah estrogen mencapai maksimum pada saat fase standing heat. Diikuti dengan meningginya LH pada telur yang dilepaskan dari folikel dan ovulasi yang terjadi.
            Oviduct merupakan tabung panjang yang menghubungkan ovari dengan uterus. Di ujung terdekat ovari, oviduct dilebarkan ke dalam infundibulum. Selama fase estrus, posisi infundibulum mengelilingi ovari untuk menjaga sel telur yang terovulasi di dalam oviduct. Oleh karena itu, di dalam oviduct, sel telur berjalan ke arah uterus (Shearer, 2008).
            Uterus berbentuk Y terdiri dari kanan dan kiri yang terhuung pada oviduct. Jalan dai kedua tanduknya membentuk tubuh uterus. Uterus berfungsi untuk membawa sel sperma menuju oviduct dan membawa nutrisi dan menyediakan tempat untuk perkembangan janin. Pada anak sapi dinding muskular uterus mempunyai kemampuan untuk ekspulsi pada janin.
Dari ke-4 tahap tadi dapat diambil kesimpulan bahwa tanda-tanda sapi yang birahi ialah
ü  Menaiki kawannya dan diam bila dinaiki oleh sapi lain
ü  Nampak gelisah mengeluarkan suara dan melenguh serta nafsu makan berkurang
ü  Sering kencing dan mengeluarkan lender dari vulva
ü  Alat kelamin kelihatan bengkak dan jika diraba terasa panas
v  DEWASA KELAMIN DAN DEWASA TUBUH      
Dewasa kelamin yaitu saat dimana alat reproduksi seekor ternak sapi mulai berfungsi dan menghasilkan sel-sel kelamin, sedangkan dewasa tubuh adalah dimana pertumbuhan otot-otot tubuh dari ternak tersebut berkembang dengan baik dan sempurna.
Maka pada saat mengawinkan ternak sapi yang baik untuk pertama kalinya adalah pada waktu ternak sapi tersebut sudah dewasa kelamin dan dewasa tubuh yaitu pada umur 15 sampai dengan 18 bulan.   Seekor ternak sapi baik yang dara ataupun yang induk disaat menjelang birahi.
v  MASA BIRAHI
Masa birahi adalah saat yang tepat untuk mengawinkan seekor ternak sapi betina. Jarak antara birahi dengan birahi berikutnya dari seekor ternak sapi betina adalah 18-24 hari (rata-rata 21 hari).  Sedangakan lamanya birahi berlangsung adalah 1-36 jam dan rata-rata 18 jam.
v  SAAT MENGAWINKAN
Mengawinkan seekor ternak sapi akan berhasil jika dilakukan pada saat birahinya memuncak yaitu pada saat diujung ovulasi dimana saat tersebut sel telur dilepaskan dari folikel.  Ovulasi terjadi sekitar 24-30 jam sejak awal birahi & 6-12 jam sesudah birahi berakhir.  Saat mengawinkan yang tepat adalah 9 jam sesudah birahi  dan 6 jam sesudah birahi berakhir.
v  LAMA KEBUNTINGAN
Lamanya seekor sapi bunting yaitu 275 – 285 hari dan rata-rata 280 hari.
Seekor sapi dinyatakan bunting jika sapi tersebut tidak memperlihatkan tanda-tanda birahi lagi pada 21 hari berikutnya sesudah dikawinkan.
Tanda-tanda sapi bunting :
ü Temperamennya tenang dan tidak minta kawin lagi pada saat birahi berikutnya.
ü Pada umur kebuntingan 5 bulan memperlihatkan tanda-tanda ambing dan perutnya membesar
ü Pada keadaan bunting tua ditandai dengan adanya gerakkan dari anak didalam perut
v  MENGAWINKAN KEMBALI SETELAH MELAHIRKAN
Sapi yang baru melahirkan akan memperlihatkan tanda-tanda birahi kembali setelah anak sapi tersebut beumur 5 sampai 6 minggu.  Pada saat ini perkawinan sebaiknya ditunda dulu karena jaringan alat-alat reproduksinya belum kembali normal.  Sapi dapat dikawinkan kembali sebaiknya setelah 60 hari sampai 90 hari setelah melahirkan yatitu pada saat birahi kedua atau birahi ketiga.
1.      Proses ovulasi Image8








Ovulasi merupakan proses dimana dilepasnya sel telur (gamet betina)  ke tuba fallopi karena meluruhnya folikel graafian. Prosesnya dimuali ketika terjsdi rangsangan pada Hipotalamus mengsekresikan GnRH  yang kemudian GnRH ini merangsang hipopfisa anterior mengsekresikan FSH dan LH. Dimana FH ini akan merangsang pertumbuhan folikel dan menghasilkan hormon estrogen yang menimbulkn birahi. Jika estrogen meningkat maka akan memberi umpan balik positif kepada Hipotalamus (FSH dan LH) dalam pematangan folikel Jika folikel tumbuh akan menghasilkan inhibin terhadap hifofisa anterior, folikelpun pecah dan terbentukalah korpus luteum yang akan menghasilkan progesterone . Jika progesterone meningkat akan member umpan balik negatf terhadap hipotalamus yang menghambat FSH dan LH  untuk tidak terbentuknya folikel. Pada keadaan tersebut hewan betina sedang bunting dengan melihat hormon progesterone yang tinggi (menjaga kebuntingan). Jika tidak terjadi pembuahan uterus akan mernghasilkan prostatglandin yang melisiskan CL sehingga terbentuk progesterone  yang mengakibatkan Hipofisa anterior mengsekresikan hormon FSH dan LH sehinnga terjadi birahi kembali.
2.      Perbedaan Folikel Antrum, Preantrum, dan Preovulasi
a.       Folikel Preantrum, merupakantransportasi dari folikel primordial, ditandai dengan lapisan multiseluler sekeliling vitellus dan terbentuknya membran (zona pellucid) antara oogonium dan sel-sel folikuler dimana ronnga yang masih terbentuk masih kecil dibandingkan antrum. Jumlah folikel preantrum antara 2000 folikel dengan diameter 0,28-8 mm.
b.      Folikel Antrum,  dibatasi oleh banyak lapisan sel folikular yang dikenal dengan membran granulose sehingga folikel tampak besar dan lebih jauh dari cortex ovarium dan diisi oleh suatu cairan jernih (liquor foliculi) yang kaya akan protein dan estrogen. Jumlah folikel 100-400 folikel dengan ukuran diameter 0,29 mm.

c.       Folikel preovulasi, merupakan struktur terbesar yang berisi cairan yng membengkk keluar permukaan ovary, jumlah folikel ini1-4 folikel dengan diameter 10 mm, folikel  terus berkembang dengan cepat sehingga sel granulose kolumnar melebar kea rah luar membentuk corona radiata
3.     Pengaruh hipopisektomi terhadap perkembangan folikel
            Hipopisektomi merupakan mempenhgaruhi pertumbuhan, pada masa fase estrus banyak folikel yang tumbuh, Hipopisektomi akan mempengaruhi kematangan dari folikel tesebut, folikel akan berkembng lebih lambat. Dengan demikian proses ovulasi akan berjalan lambat dan akhirnya mmpengaruhi pembuahan