Minggu, 06 Mei 2012

Reproduksi ( Kelahiran II )


K E L A H I R A N II

 

ALIEF ASHAR
I 311 07 022




FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
 

Pendahuluan
            Keberhasilan usaha pembibitan sapi potong salah  satunya  ditentukan  oleh  keberhasilan reproduksi. Apabila  pengelolaan  reproduksi ternak  dilakukan  dengan  tepat  maka  akan menghasilkan kinerja reproduksi yang baik yaitu peningkatan  angka  kebuntingan  dan  jumlah kelahiran  pedet.  Akan  tetapi,  masalah  yang masih  sering  dijumpai  pada  usaha  peternakan rakyat hingga saat ini adalah kinerja reproduksi yang masih  rendah ditandai dengan masih  terjadi kawin berulang (S/C > 2) dan rendahnya angka kebuntingan  (CR  <  70%).
            Hal  tersebut menyebabkan jarak beranak pada induk menjadi panjang (CI  >16  bulan)  serta  berdampak terhadap rendahnya  perkembangan  populasi sapi dan pendapatan petani dari usahaternak. Oleh karena itu untuk meningkatkan kinerja reproduksi ternak diperlukan manajemen reproduksi yang tepat antara  lain                                                     
o   pengamatan birahi dan waktu kawin,
o    pola perkawinan yang tepat,
o   deteksi kebuntingan, dan
o   penanganan  kelahiran.
            Melalui  usaha tersebut diharapkan jumlah kelahiran pedet dan jumlah  induk yang berkualitas meningkat  yang akhirnya  berdampak  pada meningkatnya pendapatan  petani  dari  usaha  pembibitan  sapi potong.

Pengamatan Birahi & Waktu Kawin
            Pengamatan  birahi  dilakukan  pada  setiap ekor  induk  sapi.  Pengamatan  dapat  dilakukan setiap hari pada waktu pagi dan sore hari dengan melihat  gejala  birahi  secara  langsung.  Gejala atau  tanda-tanda  sapi betina birahi adalah:

1.      gelisah  dan  terlihat  sangat  tidak  tenang,                             
2.      sering melenguh-lenguh,
3.      mencoba menaiki sapi lain dan akan tetap diam apabila dinaiki sapi lain,
4.      pangkal  ekornya  terangkat  sedikit  dan keluar  lendir  jernih  transparan  yang  mengalir melalui vagina dan vulva,
5.      vulva membengkak dan  berwarna  kemerah-merahan,  dan
6.      sapi menjadi diam dan nafsu makan berkurang.
            Birahi berlangsung sekitar 18  jam dengan siklus  rata-rata  21  hari.  Pengamatan  birahi merupakan faktor yang paling penting , karena jika  gejala  birahi  telah  terlihat  maka  waktu
perkawinan yang tepat dapat ditentukan. Waktu yang  paling  tepat  untuk  mengawinkan  ternak
adalah  sembilan  jam  sejak  ternak  menujukan tanda birahi.

Pola Perkawinan
Perkawinan  pada  sapi  potong  dapat dilakukan  secara  alami  maupun  kawin  suntik atau  inseminasi buatan  (IB). Perkawinan alami merupakan  perkawinan  dengan  cara mempertemukan  pejantan  dan  induk  secara langsung.  Pola  perkawinan  secara  alami  ini memiliki empat manajemen perkawinan,  yaitu:
ü  perkawinan  model  kandang  individu,  
ü  perkawinan model kandang  kelompok/umbaran,
ü  perkawinan  model ranch/paddock, dan
ü  perkawinan model padang penggembalaan.


            Perkawinan  melalui  kawin  suntik  atau inseminasi  buatan  (IB)  dilakukan  dengan  cara memasukkan  sperma  atau  semen  yang  telah dicairkan dan  telah diproses  terlebih dahulu ke dalam  saluran  alat  kelamin  betina  dengan metode  dan  alat  khusus.  Teknik  IB  dapat dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan semen  beku  (frozen  semen)  dan  semen  cair (chilled semen).
Perkawinan  dengan  cara  IB  memiliki beberapa  keuntungan  diantaranya  yaitu:  
v  menghindari penularan penyakit dari  jantan ke betina,
v  sperma  yang  berasal  dari  pejantan dapat  melayani  banyak  betina  karena  dapat diencerkan beberapa kali  lipat,
v  mempermudah upaya  persilangan  antar  ras,
v  mempercepat penyebaran bibit unggul,
v  pejantan yang tidak mampu  mengawini  dapat  diambil  spermanya, dan
v  memudahkan  perkawinan  ternak  yang bertubuh  kecil.

Deteksi Kebuntingan
            Tanda-tanda umum terjadinya kebuntingan pada  ternak  adalah  berahi  berikutnya  tidak
timbul lagi, ternak lebih tenang, tidak suka dekat dengan  pejantan,  dan  nafsu  makan  agak meningkat. Oleh karena  itu, untuk mengetahui keberhasilan  perkawinan  perlu  dilakukan pengamatan  birahi  lagi  pada  induk  setelah  21 hari atau hari ke 18-23 dari perkawinan atau IB. Siklus (42 hari) berikutnya, kemungkinan telah bunting.
            Deteksi  kebuntingan  dapat  dilakukan dengan cara palpasi rektal setelah 60 hari sejak dikawinkan  untuk  meyakinkan  bahwa  ternak benar-benar bunting. Pemeriksaan palpasi rektal dilakukan oleh Petugas Pemeriksa Kebuntingan (PKB)  yang ditunjuk Dinas  setempat.

Kelahiran
            Kebuntingan  pada  sapi  terjadi  selama 275-285 hari dengan  rata-rata 280 hari.  Induk yang akan  melahirkan  menunjukkan  tanda-tanda  seperti:  vulva membengkak dan warna kemerahan,  pinggul  terasa  lebih  lentur ,  puting mulai membengkak dan sedikit meneteskan air susu, dan vulva akan mengeluarkan lendir saat mendekati  kelahiran.
            Beberapa  persiapan  yang  perlu  dilakukan apabila sapi memperlihatkan gejala-gejala akan melahirkan adalah: a) pembersihan kandang untuk memudahkan pergerakan  induk sebelum atau  pada  saat  proses  melahirkan,  b)  lantai kandang diberi alas, berupa  jerami padi kering sebagai  alas  agar  cairan  yang  keluar  selama proses kelahiran dapat  terserap dengan  cepat, dan  c)   sediakan  obat- obatan  untuk mengantisipasi  keadaan  yang  darurat.  Secara umum proses kelahiran akan terjadi maksimal 8 jam,  apabila  melebihi  waktu  tersebut  pedet belum  juga  keluar  maka  sebaiknya  segera laporkan  kepada Petugas Peternakan  setempat.
Masa birahi
  • Ternak dikawinkan jika betina tengah mengalami gejala estrus atau birahi.
  • Siklus estrus pada ternak kambing betina terjadi setiap 18 – 21 hari sekali.
  • Masa birahi untuk kambing betina berlangsung selama 24 – 48 jam.
Perkawinan pertama
            Pada perkawinan ternak terutama betina yang baru pertama kali akan dikawinkan sebaiknya dilakukan secara alami dan dilakukan setahap-demi setahap. Penggunaan IB dan pelaksanaan perkawinan alami secara paksa pada perkawinan pertama dapat mengakibatkan pengaruh buruk pada betina dalam jangka waktu yang lama.
Pengaturan perkawinan
            Perkawinan pada ternak betina dapat dilakukan setiap 8 bulan sekali terhitung sejak kelahiran pertama hingga kelahiran berikutnya dengan perhitungan 5 bulan umur kebuntingan, dan 3 bulan kondisi istirahat uterus dan waktu kembalinya estrus, dengan catatan tidak ada hambatan dalam proses perkawinan.
2. Perkawinan Buatan (Artificial Insemination)
Pengertian perkawinan buatan
  • Perkawinan buatan merupakan perkawinan antara pejantan dan betina melalui perantara suatu alat dengan cara tertentu. Proses pemasukan semen ke dalam saluran reproduksi betina tidak secara langsung melainkan melalui bantuan manusia dengan menggunakan alat.
  • Prinsip perkawinan buatan ini secara sederhana terbagi 3 tahap yaitu : a). Penampungan semen pejantan melalui alat penampung semen yang bentuknya disesuaikan dengan alat kelamin betina, dan b). Penanganan semen sebelum digunakan pada ternak betina, dan c). Pemasukan/penembakan semen ke dalam saluran reproduksi betina yang juga menggunakan alat bantu khusus.
Tujuan dan manfaat Inseminasi Buatan (IB)
  • Perkawinan buatan bertujuan untuk memudahkan pelaksanaan perkawinan ternak dan mendapatkan berbagai keuntungan atau manfaat, diantaranya adalah :
  • Penularan penyakit kelamin dapat dihindarkan
  • Memaksimalkan penggunaan sperma sehingga penggunaan terhadap betina dapat jauh lebih banyak lagi.
  • Persilangan antar ras dapat dilakukan dengan mudah
  • Penyebaran bibit unggul dapat berlangsung lebih cepat
  • Bagi kambing pejantan, yang karena suatu sebab tidak dapat mengawini, masih dapat diambil spermanya.
  • Kambing yang bertubuh kecil dapat dikawinkan dengan mudah.
Peralatan dan istilah IB
  • Penampungan semen, dapat melalui berbagai cara diantaranya : a). Metode Vagina Buatan, yaitu suatu alat yang berfungsi untuk menampung semen pejantan sekaligus menyerupai vagina betina baik bentuk, kelembutan, maupun suhunya sehingga pejantan dapat melakukan ejakulasi (penetrasi) seperti biasa. Alat ini berbentuk tabung dengan diameter 5 cm dan memiliki selongsong karet bagian dalam berukuran 23-29 cm. Sebelumnya pejantan harus dipancing dengan betina untuk melakukan ejakulasi, dan pada saat ejakulasi terjadi, petugas dengan sigap menggantinya dengan vagina buatan. b). Metode elektro ejakulator, yakni dengan menggunakan suatu alat bernama elektro ejakulator yang terdiri dari sebuah transformator dan dihubungkan dengan suatu batang yang disebut rectalprobe. Transformator berfungsi untuk mengubah tenaga listrik yang berkekuatan 110 volt, 60 cycle menjadi 30 volt. Rectalprobe ini terdiri dari sebatang karet padat yang berdiameter sekitar 2,5 cm. Cara kerja elektro ejakulator ini yaitu memasangkannya pada rectum pejantan dan arus yang terjadi pada alat ini merangsang timbulnya ejakulasi. Metode ini tidak perlu menggunakan dummy (ternak sebagai pancingan) dan sperma yang keluar akan langsung masuk kedalam alat tersebut.
  • Penanganan semen, dilakukan dengan beberapa tahap : a). Seleksi dan pemeriksaan laboratorium dengan menguji kualitas sperma, b). Pengenceran sperma, dengan menambahkan bahan-bahan seperti susu skim non fat, kuning telur, aquabidest, antibiotika dan glycerol. Bahan-bahan tersebut selain berfungsi sebagai pelindung sperma selama proses pengawetan hingga penggunaan juga berfungsi sebagai makanan. c). Filling & sealing, yakni pemasukkan dan penutupan semen pada straw (kemasan yang berbentuk sedotan untuk minum). Proses ini terjadi melalui mesin didalam cold top dengan suhu yang sesuai bagi keberlangsungan semen. d). Freezing atau pembekuan semen dengan cara diletakkan di permukaan nitrogen cair dalam container khusus dan setelah itu diawetkan dengan jalan dimasukkan ke dalam nitrogen cair hingga saatnya diinseminasikan.
  • Pelaksanaan Inseminasi, adalah suatu cara memasukkan semen dalam straw yang telah dibekukan tersebut ke dalam saluran reproduksi betina (pada cervix). Straw yang berisi semen terlebih dahulu diencerkan kembali dengan cara dicelupkan pada air hangat lalu kemudian salah satu ujungnya dipotong dan isinya dimasukkan ke dalam pipet inseminasi. Peralatan inseminasi ini terdiri dari : a). Spekulum, terbuat dari pipa gelas pyrex berukuran panjang 18 cm dan diameter 2 cm. b). Pipet inseminasi yang terbuat dari gelas berukuran 1 ml dan berskala yang disambung dengan selang karet. c). Spuit yang disambungkan dengan pipet inseminasi. Pertama-tama spekulum dilicinkan dengan tragacanth, lalu dimasukan secara hati-hati kedalam vagina. Setelah itu pipet inseminasi yang telah diisi semen dimasukkan kedalam spekulum dan diarahkan pada cervix kemudian disemprotkan.
Sex ratio
  • Pada perkawinan alami, seekor pejantan mampu membuahi 100 ekor betina dalam 1 tahun, akan tetapi dalam kondisi yang sama, pejantan yang sama yang dikawinkan dengan cara inseminasi buatan mampu membuahi 10.000 ekor betina dalam waktu yang sama. Hal ini dikarenakan metoda inseminasi buatan ini mampu meminimalisir penggunaan sperma, atau meningkatkan efisiensi penggunaan sperma sehingga dapat membuahi betina dalam jumlah yang lebih banyak. Setiap kali penampungan dilakukan, semen dapat mencapai 1 – 2 ml dengan konsentrasi 2.500 juta sel sperma per ml dan pada perkawinan buatan angka tersebut seluruhnya dimanfaatkan dengan baik. Pada perkawinan alami, banyak sekali semen yang terbuang percuma dalam setiap kali perkawinan karena berbagai faktor.
Tanda birahi
  • Tanda-tanda birahi pada kambing betina adalah sebagai berikut :
  • Tampak gelisah dan sering mengeluarkan suara-suara
  • Sering mengibas-ngibaskan ekor, jika ekor dipegang akan diangkat ke atas
  • Nafsu makan berkurang ; bila kambing digembalakan sebentar-sebentar akan berhenti merumput
  • Vulva nampak membengkak berwarna merah
  • Dari vagina keluar cairan berwarna putih agak pekat
  • Bagi kambing perah, produksi air susu menurun
  • Bagi kambing betina yang dipelihara dalam kandang sering tidak menunjukkan gejala di atas. Keadaan demikian disebut birahi tenang.
Cara pemeriksaan
  • Setelah ternak dikawinkan, maka beberapa waktu kemudian harus diperiksa apakah proses pembuahan tersebut dinyatakan berhasil atau malah sebaliknya.
  • Pada bulan pertama kebuntingan sangat sulit diketahui secara visual. Tanda-tanda yang mudah diketahui adalah tidak terjadinya estrus berikutnya, tapi hal itu pun tidak mutlak karena ada hal-hal pathologis pada uterus atau ovarium yang dapat meniadakan sama sekali gejala birahi.
  • Pada umumnya kambing yang mengalami kebuntingan akan memperlihatkan gejala-gejala seperti :
  • Kambing menjadi lebih tenang
  • Dalam kelanjutan kebuntingan terlihat adanya pertambahan besar pada dinding perut
  • Bagi kambing yang baru pertama kali mengalami kebuntingan akan terlihat sangat mencolok adanya perkembangan ambing pada usia kebuntingan 2 – 3 bulan
  • Adanya kecenderungan kenaikan berat tubuh
  • Adakalanya pada usia kebuntingan, gerak foetus dapat terlihat dari luar, terutama pada kambing yang kurus. Gerakan ini dapat dilihat pada bagian perut sebelah bawah, sisi kanan belakang.


3. Penanganan Kemajiran
Definisi majir
  • Kemajiran adalah suatu keadaan yang ditandai proses reproduksi yang tidak berjalan secara normal disebabkan oleh satu atau banyak faktor, terjadi baik pada ternak jantan maupun betina.
  • Setiap ada gangguan reproduksi dapat menyebabkan kemajiran. Derajat kemajiran pada ternak tergantung pada banyaknya faktor pengganggu, makin banyak faktor gangguan reproduksi maka makin berat kemajiran yang terjadi.
  • Kemajiran yang derajatnya ringan disebut infertilitas, yaitu kemajiran yang sifatnya sementara dan masih dapat diobati.
Macam-macam sebab majir
  • Terdapat beberapa penyebab terjadinya kemajiran yakni faktor genetik dan faktor lingkungan.
  • Faktor genetik berhubungan dengan sifat turunan yang disebabkan oleh perbedaan kode genetik dalam ternak, misalnya seekor kambing yang lahir dengan kelainan alat reproduksi sehingga agak sulit untuk melahirkan. Sifat yang berupa kelainan alat reproduksi tersebut diturunkan kepada anaknya sehingga beberapa diantaranya timbul masalah yang sama.
  • Faktor lingkungan berhubungan dengan semua hal di luar faktor genetik seperti nutrisi, suhu, penyakit, cara perkawinan yang dilakukan dan manajemen tatalaksana secara keseluruhan. Semua faktor tersebut dapat mengakibatkan kegagalan reproduksi.

Ciri-ciri kemajiran
Ternak disebut mengalami kemajiran bila mengalami gangguan pada sistem reproduksi, atau memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
  • Ternak tidak dapat menghasilkan keturunan
  • Ternak melahirkan dalam usia kandungan tidak normal sehingga kondisi anak mati/kurang sehat
  • Terjadinya hambatan pada perkembangan embrio
  • Terjadinya kematian embrio (foetus abortus)
  • Terjadinya penimbunan nanah pada uterus (pyometra)
  • Siklus berahi tidak normal/tidak terkendali
  • Posisi anak saat dilahirkan dalam kondisi tidak normal
  • Bentuk anak yang abnormal
  • Induk melahirkan dengan tingkat kesulitan yang diluar kewajaran
Penanganan kemajiran
  • Apabila ternak mengalami kemajiran dapat dilakukan upaya yang bersifat preventif dan pengabatan/penanganan secara langsung yakni :
  • Bagi ternak yang diketahui mandul atau steril atau memiliki kelainan organ reproduksinya secara permanen sehingga menghambat kelahiran, maka dipisahkan dari kelompok, dengan demikian hanya pejantan dan betina subur dan normal yang melanjutkan perkawinan. Sedangkan bagi ternak yang infertil, mengalami gangguan reproduksi yang sifatnya tidak permanen dan masih dapat disembuhkan maka dilakukan isolasi hingga gangguan tersebut hilang/sembuh. Perkawinan antar ternak yang memiliki sifat genetik yang baik bagi reproduksi dapat menurunkan keturunan yang memiliki sifat yang baik pula sehingga dapat memperbaiki keturunan.
  • Untuk mengefektifkan keberhasilan perkawinan sebaiknya lakukan perkawinan buatan (IB). IB juga dapat mengatasi permasalahan pejantan yang memiliki sperma baik, tetapi karena suatu hal tidak dapat dikawinkan secara langsung. Dengan pemeriksaan kesehatan yang ketat terhadap pejantan yang akan ditampung semennya, maka kemungkinan penyebaran penyakit pada betina semakin sedikit dibanding perkawinan alami tradisional.
  • Guna pencegahan penyakit, upayakan sanitasi kandang dan ternak serta program vaksinasi yang berkala. Lakukan pemeriksaan rutin dengan cara palpasi (perabaan), cek darah, urine, dan diagnosa lainnya agar timbulnya suatu penyakit dapat lebih dini diketahui dan mudah untuk dieliminasi.
  • Perhatikan suhu dalam kandang, jangan terlalu panas atau terlalu dingin karena akan mempengaruhi metabolisme dan fisiologis ternak. Selain itu juga harus memperhatikan ventilasi, arah angin, intensitas cahaya matahari, keleluasaan dalam kandang (floor space) tidak terlalu sempit dan hal-hal berkaitan dengan kandang lainnya.
  • Bila ternak telah mengalami suatu penyakit, maka isolasikan ke kandang khusus dan lakukan pengobatan bagi penyakit yang dapat disembuhkan dan apabila tidak dapat maka ternak harus dimusnahkan karena penyakitnya dapat menular. Penyebab kemajiran disebabkan penyakit terutama oleh bakteri merupakan faktor yang sangat sering terjadi.
  • Perhatikan pemberian nutrisi yang tepat, tidak kurang dan tak berlebih. Pemberian pakan harus sesuai dengan kebutuhan ternak, apakah untuk hidup pokok, untuk pertumbuhan, reproduksi ataukah untuk laktasi dsb. Khusus untuk kualitas semen pejantan, maka berikan makanan tambahan yang mengandung banyak vitamin dan sering digembalakan, dan lakukan perkawinan/pengambilan semen (IB) dalam jarak waktu yang tidak berdekatan. Pemeriksaan kualitas semen ini dapat diperiksa secara teliti di laboratorium dengan menggunakan mikroskop.
  • Perhatikan umur pejantan dan betina, apakah telah memiliki syarat untuk dilakukan perkawinan karena apabila belum terjadinya dewasa kelamin dan dewasa tubuh maka besar kemungkinan akan mengalami kegagalan reproduksi. Interval perkawinan juga merupakan hal yang penting karena terdapat suatu kondisi dimana walaupun fungsi organ reproduksi telah terbentuk namun karena sering digunakan dalam waktu yang berdekatan maka fisik organ tersebut belum siap digunakan, dan harus diistirahatkan terlebih dahulu.
  • Saat terjadi kelahiran, amati dan lakukan pertolongan apabila terdapat kondisi yang abnormal, seperti posisi anak yang terbalik, plasenta yang menutupi pernafasan anak dan tidak dijilati oleh induk, dan kesulitan melahirkan lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar